Surprise! Prof. Mamdouh Kisahkan Waqaf Yoghurt, Pakan Hewan Hingga Rumah Sakit Psikis

 




Bumantara Pondok Pesantren Amanatul Ummah cerah bermega. Mentari menjelang petala langit. Cuitan burung pagi terdengar sayup melengking. Dua ratusan mahasiswa Universitas KH. Abdul Chalim (UAC) memadati lantai 3 gedung Pascasarjana. Videotron memendarkan foto ulama berpeci khas Al-Azhar. Seminar Sistem Keuangan Sosial Syariah dalam Pembangunan Umat dimulai sebakda seremonial khas Nahdlatul Ulama yakni tilawah Al-Qur`an, Lagu Wajib Indonesia Raya, dan Mars Ya Lal Wathon.


Fadhilatusy-Syaikh Prof. Dr. Ahmed Mamdouh Sa’d mengawali paparannya dengan prinsip Al-Kulliyyat Al-Khamsah, “Syariat Islam datang dengan maqashid yang tinggi. Para ulama mengatakan bahwa maqashid dibawa pula oleh semua millah selain Islam. Hanya saja Islam lebih menjaganya yakni hifzhud-Din, hifzhul-’aql, hifzhun-nafs, hifzhul-‘irdh, dan hifzhul-mal.”


Prinsip Maqashid Asy-Syari’ah ini dipegangi oleh seluruh ulama lintas madzhab lintas generasi. Terbukti, Samahatusy-Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrahman As-Sudais menjabarkan, “Maqashid Syari’ah sangat menekankan persatuan Islam karena konvergensi merupakan unsur dasar agama. Fiqih, ru`yah [visi], hikmah, dan manajemen problem yang bagus menjadi fundamen bagi penguatan persatuan dan perlindungan dan perpecahan.” [Diterjemahkan dari https://themwl.org/en/node/35809]


Uniknya, di sini Syaikh Prof. Mamdouh menyebut adanya hifzhul-’irdh yakni penjagaan atas kehormatan. Mainstreamnya, Imam Asy-Syathibiyy sebagai pelopor konsep ini menyebut hifzhun-nasl (penjagaan atas keturunan) bukan hifzhul-’irdh. Bukan keliru, tapi memang kehormatan manusia sangat dijaga dalam Islam, nonkafir (alias muslim) maupun nonmuslim, sesuai porsinya masing-masing.


Penasehat Mufti Agung Mesir ini melanjutkan, “Maqashid dari khalq al-insan (penciptaan manusia) ada dua: ibadah dan imarah (memakmurkan bumi). Ibadah adalah agar manusia menjadi pemakmur bumi. Memakmurkan bumi tidak bisa kecuali dengan ekonomi, sebagaimana firman Allah, “Wa la tansa nashibaka min ad-dunya.” Jadi, harta dalam Syariat adalah wasilah bukan ghayah. Wasilah untuk kemakmuran dan tahqiq (penguatan) peradaban Islam.”


Direktur Badan Riset Darul-Ifta` Mesir ini mengelaborasi, “Islam menegaskan kita agar mengembangkan harta. Islam menjadikan 90 persen sebab rizqi adalah tijarah. Harta kalau hanya dihabiskan untuk konsumsi akan habis dengan sendirinya. Konsumsi ada yang profit dan ada nonprofit. Tidak dinafikan bahwa maslahat profit adalah kebutuhan personal, tapi lebih bagus kalau muta’addiyy (meluas) ke orang lain. Penghambaan kepada Allah melalui harta harus untuk personal dan ijtima’ (sosial). Sistem ekonomi sosial mengarahkan jasa manusia agar bisa takaful (mencukupi) kepada mujtama’ dan pengembangan umat. Semua ini berangkat dari mabda` (pondasi) bahwa segala harta sejatinya milik Allah dan manusia hanya diamanahi menjaganya. Menjaga kepemilikan harta berarti menjaga harta Allah. Manusia bukan karena memiliki sendiri harta tersebut tapi itu sesungguhnya adalah milik Allah.”


Artikulasi Syaikh Prof. Mamdouh membuat suasana seminar seperti sedang kuliah di Universitas Al-Azhar Cairo padahal di Pacet, Mojokerto, Jawa Timur. Semalam, saya (Brilly El-Rasheed) turut serta menjadi mustami’ beliau dalam Dars Kitab ‘Umdah Al-Ahkam. Rasa itu pun sama. Beruntung rasanya. Tidak perlu jauh-jauh pergi ke Mesir tapi bisa mereguk ilmu Ulama Internasional dari Bumi Para Nabi. Nampaknya tanggal 29 Desember 2025 sekarang ini menjadi penutup tahun yang penuh barakah.



Salah satu murid sekaligus asisten Syaikh Prof. Dr. ‘Aliyy Jum’ah ini menyambung pembicaraan, “Ada isyarat dalam Al-Quran bahwa harta tidak boleh dimiliki segelintir orang yakni firman Allah, “Kaila yakuna dulah baina al-aghniya` minkum.” Di sini orang kaya tidak dicela oleh Syariat, dan ayat ini bukan anjuran agar harta dimiliki publik semuanya, tapi ayat ini ‘hanyalah’ larangan monopoli yang mengakibatkan pelakunya tidak menunaikan hak Allah. Sistem Keuangan Sosial Syariah ini bertujuan demi kemakmuran umat, bukan keuntungan privat.” 


Syaikh Prof. Mamdouy meneruskan beberapa contoh Sistem Keuangan Sosial Syariah yang sangat kontributif bagi pengembangan umat yakni zakat, waqaf, shadaqah, qardh, ta`min (asuransi). Beliau merinci sebagai berikut.


Sistem Keuangan Sosial Syariah Pertama: Zakat. Salah satu rukun Islam yang lima adalah zakat. Allah mewajibkan atas harta orang kaya dengan prosentase tertentu agar disalurkan demi pengembangan mujtama’. Zakat bukan hanya bantuan konsumsi tapi media pengembangan ekonomi global agar mustahiq menjadi muzakki. 


Sistem Keuangan Sosial Syariah Kedua: Waqaf. Waqaf adalah pondasi utama finansial untuk pengembangan umat. Seseorang melepaskan hartanya agar dimiliki Allah lalu muwalad (anak-pinak) harta dimiliki umat untuk kesehatan, pendidikan, masjid, dan lainnya. Orang-orang Islam sudah memberikan teladan terbaik untuk peradaban universal melalui waqaf ini. Mereka beralih dari hanya mencukupi kebutuhan primer hingga kepada sekunder dan tersier. Ketika persoalan penting selesai, maka persoalan kurang penting juga diurus, melalui waqaf ini. Mungkin kita berpikir waqaf hanya untuk kebutuhan pendidikan dan kesehatan bagi orang-orang tidak mampu. 


Umat Muhammad terdahulu malah sudah waqaf yoghurt (zabadiyy). Dulu ada tuan menyuruh beli yoghurt dalam tembikar, lalu tumpah di jalan, khadim ini takut dimarahi tuannya, khadim ini pun datang ke baitul-waqf untuk meminta yoghurt pengganti. Dulu rumah sakit ada yang bernama Maristan untuk pengobatan psikis. Pernah pula waqaf untuk menyewa dua orang pendamping pasien sampai sembuh. Dua orang pendamping ini berbincang untuk memperbaiki psikis pasien sehingga menjadi sembuh. 


Waqaf bahkan untuk hewan. Kalau Anda ke Mesir pasti pernah ke Al-Azhar. Di sana ada Masjid kecil bernama Muhammad Beik Abu Dzarr dekat Masjid Agung Al-Azhar. Di pelatarannya ada waqaf untuk makanan burung, anjing, dan satwa lainnya. Waqaf juga bisa menjadi faktor perkembangan ilmu. Waqaf untuk pembiayaan pelajar dan pengajar dan apa saja kebutuhan pendidikan sebagus mungkin agar mereka fokus. Bahkan mereka tidak perlu kerja demi memenuhi kebutuhan keluarga dan anak-anaknya karena tercukupi dari waqaf. Murid fokus belajar sedangkan ustadz fokus mengajar dan menulis, semuanya dibiayai waqaf. Sistem seperti ini melahirkan banyak ulama besar. Waqaf menurun dalam umat Islam maka ilmu pengetahuan umat Islam juga akan menurun karena pelajar dan pengajar fokus bekerja bukan fokus ilmu. Aib bukan pada mereka tapi aib pada orang-orang selain mereka yang tidak mau waqaf untuk kepentingan ilmu. 


Sistem Keuangan Sosial Syariah Ketiga: Shadaqah. Shadaqah banyak disebutkan perintahnya dalam nushush syariah berupa targhib dan tarhib. Shadaqah merupakan sistem yang sangat flesikbel, bisa mengatasi krisis secara cepat, juga berefek positif pada pendidikan. Sistem Keuangan Sosial Syariah Keempat: Qardh (pinjaman/utang). Qardh juga membantu ekonomi fuqara secara mendadak asal tidak ada eksploitasi. Sistem Keuangan Sosial Syariah Kelima: Ta`min. Sistem pembiayaan ta`min (asuransi) juga mensupport ekonomi umat. Asuransi membagi risiko bukan memindahkan risiko.



Syaikh Prof. Mamduh memungkasi seminar dengan distingsi antara konsep Islam dan non-Islam, “Semua Sistem Keuangan Sosial Syariah adalah untuk pengembangan manusia sedangkan sistem keuangan non Islam hanya profit-oriented (tarabbuh) dan dibebankan kepada orang-orang lemah. Sistem Keuangan Sosial Syariah bisa menguatkan aqidah dan UMKM serta spektrum umat secara umum. Ini demi harta bernilai religi agar manusia tidak dikuasai harta.”


Sajian materi Fadhilatusy-Syaikh Prof. Dr. Ahmed Mamdouh Sa’d membuka cakrawala aksiomatika agar tidak terjebak pada sistem keuangan kufur. Betapa kita sebagai muslim sudah punya sistem profetik untuk mengembangkan ekonomi. Konsep-konsep amal finansial yang diajarkan Syaikh Prof. Mamduh tadi selayaknya kita support implementasinya. Tak perlu menghiraukan penggembosan di sana-sini bahwa teori ekonomi Islam tidak ada bedanya dengan teori ekonomi kapitalis.


Pewarta: H. Brilly Y. Will., M.Pd. (redaktur penerbit CV. Alfasyam Jaya Mandiri)


Komentar